Selasa, 23 Juli 2024

Pentingnya Menceritakan Kisah Kemerdekaan Kepada Anak Usia Dini

 

Orang tua menceritakan kisah ke anak usia dini. Ilustrasi foto: hellosehat.com


            Menceritakan kisah kemerdekaan kepada anak usia dini memiliki banyak manfaat yang tak ternilai harganya. Kisah-kisah perjuangan para pahlawan dapat menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap tanah air. Anak-anak yang memahami sejarah negaranya cenderung memiliki rasa nasionalisme yang kuat sejak dini. Melalui cerita tentang perjuangan kemerdekaan, anak-anak dapat belajar tentang keberanian, pengorbanan, dan semangat pantang menyerah. Nilai-nilai ini penting untuk perkembangan karakter mereka. Selain itu, mengenal sejarah kemerdekaan membantu anak-anak memahami konteks budaya dan sejarah negaranya. Pengetahuan ini bisa menjadi fondasi yang kuat bagi pendidikan mereka di masa depan. Kisah pahlawan juga bisa menjadi sumber inspirasi bagi anak-anak. Mereka dapat belajar dari tokoh-tokoh sejarah yang berani dan gigih, yang mungkin memotivasi mereka untuk mencapai hal-hal besar dalam hidup mereka sendiri.

              Untuk menceritakan kisah kemerdekaan kepada anak-anak, penting untuk menyajikannya dengan cara yang menarik dan mudah dipahami. Berikut beberapa tips yang bisa dicoba:
  1. Pastikan bahasa yang digunakan mudah dipahami oleh anak-anak.
    Hindari penggunaan istilah yang terlalu kompleks atau teknis.
  2. Gunakan Media Visual
    Gambar, ilustrasi, dan buku bergambar bisa sangat membantu dalam menarik perhatian anak-anak. Mereka cenderung lebih mudah mengingat cerita yang disertai dengan visual menarik.
  3. Libatkan Anak dalam Cerita
    Ajak anak-anak untuk berpartisipasi dalam cerita. Misalnya, dengan menanyakan pendapat mereka tentang apa yang dilakukan oleh pahlawan atau meminta mereka membayangkan diri mereka berada di masa tersebut.
  4. Bercerita dengan Penuh Ekspresi
    Gunakan ekspresi wajah, suara, dan gerakan tubuh untuk membuat cerita lebih hidup. Ekspresi yang dramatis dapat membantu anak-anak lebih terlibat dan memahami emosi yang terkandung dalam cerita.
  5. Gunakan Permainan dan Aktivitas
    Setelah bercerita, ajak anak-anak untuk terlibat dalam aktivitas yang berhubungan dengan cerita. Misalnya, membuat kerajinan tangan, menggambar pahlawan, atau bermain peran sebagai pahlawan kemerdekaan.
  6. Ceritakan Kisah yang Relevan dengan Kehidupan Mereka
    Hubungkan kisah kemerdekaan dengan kehidupan sehari-hari anak-anak. Misalnya, menceritakan tentang pahlawan lokal atau peristiwa sejarah yang terjadi di daerah mereka.
Menceritakan kisah kemerdekaan kepada anak usia dini bukan hanya tentang menyampaikan sejarah, tetapi juga tentang menanamkan nilai-nilai dan rasa cinta terhadap tanah air. Dengan cara yang kreatif dan menarik, orang tua dapat membantu anak-anak memahami pentingnya perjuangan kemerdekaan dan menginspirasi mereka untuk menjadi generasi yang menghargai dan membanggakan negaranya.

Rabu, 17 Juli 2024

LAGU DAERAH : MENTHOK-MENTHOK

 MENTHOK-MENTHOK

 


Ayo kita nyanyi bersama-sama...

Menthok, menthok, tak kandhani
Mung rupamu, angisin-isini
Mbok ya aja ngetok, ana kandhang waé
Énak-énak ngorok, ora nyambut gawé
Menthok, menthok
Mung lakukumu megal-megol gawé guyu

Menthok, menthok, tak kandhani
Mung rupamu, angisin-isini
Mbok ya aja ngetok, ana kandhang waé
Énak-énak ngorok, ora nyambut gawé
Menthok, menthok
Mung lakukumu megal-megol gawé guyu


LAGU DAERAH : PADHANG BULAN

 PADHANG BULAN


Ayoooo kita bernyanyi bersama-sama...

Yo 'pra konco dolanan ning njobo

padhang bulan padhange koyo rino

Rembulane ne sing ngawe-awe

ngelingake ojo podho turu sore

 

Yo 'pra konco dolanan ning njobo

padhang bulan padhange koyo rino

Rembulane ne sing ngawe-awe

ngelingake ojo podho turu sore


Halooo Ayah bunda... sudah klik Lagu yang kami buat? iyaaaa, tentu itu untuk mengajarkan anak Lagu Padang Bulan.. seru kan??Next lagu apalagi yaa?

Selasa, 16 Juli 2024

Membiasakan Anak Usia Dini Membuang Air Kecil Tanpa Bantuan

 


Anak belajar membuang air kecil tanpa bantuan. Ilustrasi foto: orami.co.id


Mengajarkan anak usia dini untuk mandiri dalam berbagai aspek kehidupan adalah bagian penting dari pendidikan karakter. Salah satu kegiatan sederhana namun penting adalah membiasakan anak untuk buang air tanpa bantuan. Hal ini tidak hanya membantu anak mengembangkan kemandirian, tetapi juga dapat dihubungkan dengan nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Berikut adalah bagaimana kebiasaan ini dapat dikaitkan dengan nilai-nilai Pancasila.

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
    Nilai pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam konteks ini, membiasakan anak buang air sendiri bisa diajarkan sebagai bagian dari syukur kepada Tuhan atas tubuh yang sehat dan kemampuan untuk mengurus diri sendiri. Orang tua dapat mengajarkan anak bahwa tubuh adalah anugerah dari Tuhan yang harus dijaga dan dirawat dengan baik. Dengan cara ini, anak belajar untuk menghargai tubuh mereka dan berterima kasih atas kemampuan yang diberikan Tuhan.

  2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
    Nilai kedua dari Pancasila menekankan pentingnya kemanusiaan yang adil dan beradab. Ketika anak belajar untuk buang air sendiri, mereka juga diajarkan untuk memperhatikan kebersihan dan kesehatan lingkungan. Ini mencerminkan sikap adil dan beradab, di mana anak memahami bahwa menjaga kebersihan adalah bentuk penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Mereka belajar untuk tidak bergantung pada orang lain dan mulai memahami pentingnya kemandirian dalam kehidupan sehari-hari.

  3. Persatuan Indonesia
    Persatuan Indonesia sebagai nilai ketiga Pancasila mengajarkan pentingnya kerjasama dan saling membantu. Meskipun tujuan utamanya adalah kemandirian, orang tua juga bisa menekankan pada anak bahwa ada kalanya kita membutuhkan bantuan orang lain dan itu tidak masalah. Namun, dengan belajar mandiri, anak-anak bisa lebih percaya diri dalam menghadapi tantangan. Ini membantu membangun rasa persatuan dan kebersamaan, karena anak-anak yang mandiri dapat lebih berkontribusi pada kelompok dan masyarakat mereka.

  4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
    Nilai keempat ini menekankan pentingnya musyawarah dan kebijaksanaan. Ketika anak belajar untuk buang air sendiri, mereka juga diajarkan untuk membuat keputusan dan mengatur diri sendiri. Orang tua bisa memberikan pilihan kepada anak, misalnya kapan mereka ingin ke kamar mandi atau bagaimana cara membersihkan diri yang benar. Melalui proses ini, anak belajar untuk membuat keputusan bijaksana dan bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri.

  5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
    Nilai terakhir dari Pancasila adalah keadilan sosial. Dalam konteks ini, mengajarkan anak untuk buang air sendiri tanpa bantuan bisa dilihat sebagai upaya untuk menciptakan kesetaraan dalam keluarga. Anak-anak belajar bahwa setiap orang memiliki tanggung jawab yang sama terhadap kebersihan dan kemandirian pribadi. Ini membantu menciptakan lingkungan yang adil di mana semua anggota keluarga saling menghormati dan membantu satu sama lain sesuai kebutuhan.
Membiasakan anak usia dini untuk buang air tanpa bantuan bukan hanya soal kemandirian, tetapi juga dapat diintegrasikan dengan nilai-nilai Pancasila. Melalui pendekatan ini, anak-anak tidak hanya belajar keterampilan hidup yang penting tetapi juga memahami dan menginternalisasi nilai-nilai dasar yang akan membimbing mereka menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Sebagai orang tua dan pendidik, kita memiliki peran penting dalam mengajarkan dan mencontohkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari anak-anak kita.

Minggu, 07 Juli 2024

Beri Kesempatan Anak untuk Mengutarakan Pendapatnya

 

Anak berbicara dengan orang dewasa. Ilustrasi foto: parapuan.co

Ayah, Ibu umumnya orang tua menyukai anak penurut dan mudah melakukan sesuatu yang diminta orang tua, Mungkin hal ini memang menyenangkan, dalam sehari-hari tidak ada penolakan, tidak ada drama bantah-bantahan, dan ayah ibu tidak perlu mengeluarkan emosi. Namun, mengeluarkan pendapat merupakan suatu softskill yang menjadi bagian dari perilaku asertif. Jika anak mampu mengeluarkan pendapat maka dapat diartikan bahwa anak memiliki kemampuan untuk mengutarakan perasaan dan isi pikirannya ke orang lain. Kemampuan berpendapat ini perlu dilatih sejak anak usia dini. Karena jika tidak terbiasa anak tidak akan terlatih. Anak yang terbiasa mengungkapkan pendapat maka akan meningkat percaya dirinya. Hal ini perlu dilatih sejak anak usia dini. Jika anak tidak terbiasa diberi kesempatan untuk mengutarakan pendapat sejak dini maka anak kesulitan mengungkapkan pendapat di usia dewasa. Anak yang jarang mengutarakan pendapat akan cenderung pasif. Beberapa tips ini bisa dilakukan untuk melatih anak tetap berpendapat sejak usia dini: 

  1. Saat anak usia 2-3 tahun maka berilah dorongan kepada anak agar anak melakukan hal yang ia sukai. Orang tua juga dihimbau agar tidak menyalahkan anak saat anak melakukan kesalahan. Karena hal ini akan membuat anak menjadi trauma. Rasa itu akan membuat anak takut mengungkapkan apa yang menjadi pendapatnya. Saat ini juga anak aktif bertanya, maka usahakan untuk menjawab semua pertanyaan anak.
  2. Berikan kesempatan anak untuk berpendapat. Lalu jika pendapat anak kurang tepat, berikan koreksi dengan baik tanpa membuat anak merasa bersalah.
  3. Libatkan anak dalam diskusi, mulai dari diskusi sederhana misal pemilihan makanan, pemilihan mainan, dan pemilihan baju. Selain itu tanyakan anak apa alasan pemilihan hal tersebut.
  4. Usahakan untuk tidak memotong perkataan anak saat anak berbicara agar  anak juga menghargai pendapat orang lain
  5. Jika ingin melakukan aktivitas bersama anak ungkapkan kepada anak apa tujuan aktifitas tersebut
  6. Berikan persetujuan jika setuju dengan pendapat anak Dan berikan pujian jika pendapat anak bagus
Maka dari itu kita dapat memberikan stimulus agar anak bisa mengungkapkan pendapat. Karena mengungkapkan pendapat bukan tentang sesuatu yang sederhana saja melainkan suatu hal yang membutuhkan kepercayaan diri, tanggung jawab, dan kemampuan komunikasi.